PERMINTAAN (2)
Penulis : Lidwina Rohani
Setelah menunggu Birawa memarkir mobil, Aku dan Birawa bersiap masuk di dalam sebuah gedung pernikahan mewah, di area sekitar Taman Mini Indonesia Indah. Gedung resepsi yang cukup megah dan mewah. Di luar gedung berjajar banyak karangan bunga ucapan selamat kepada kedua mempelai. Panitia dengan seragam kebaya krem juga berjajar rapi di mulut pintu gedung. Tampak cantik dan anggun dengan seulas senyum merekah dan ramah di bibir.
“Birawa, kan?”
Birawa spontan menarik tanganku, memaksa aku berhenti melangkah. Kami berdua menoleh pada seorang gadis tinggi langsing berbalut seragam kebaya nuansa krem di antara panitia penerima tamu.
“Febi, ya?” Birawa akhirnya berhasil mengeja sebuah nama setelah beberapa saat mengerutkan alis. Gadis itu mengangguk antusias. Bola matanya yang indah penuh cahaya seperti kejora, dan gadis itu mundur dari barisan penerima tamu, seolah ingin melanjutkan obrolan dengan Birawa.
Baiklah, aku mengikuti mereka menepi dan bertukar kabar. Aku menangkap beberapa kali tatapan gadis itu mendarat ke arahku. Oh, ya, ampun! Mengapa Birawa masih memegangi tanganku? Pasti gadis itu menyangka yang tidak-tidak.
Dengan kikuk, pelan-pelan aku mencoba meloloskan pergelangan tanganku dari cekalan Birawa. Sepertinya Birawa berpikir, jika tidak digenggam aku bisa lenyap begitu saja ditelan bumi. Huh!
Birawa menoleh padaku saat merasa pergerakan tanganku. Bukannya melepas cekalannya, Birawa malah menarikku lebih dekat. Eh! Apa-apaan ini?
“Feb, kenalkan, ini Lintang,” ujar Birawa sambil menggerakkan dagu, isyarat supaya aku mengulurkan tangan, berkenalan dengan gadis cantik bertubuh sintal bermata kejora itu.
Aku terpaksa mengangguk, menggenggam tangan Febi yang halus itu, sambil mencoba mengukir senyum sesopan mungkin. Berharap segera berlalu dari situ, dan masuk ke dalam gedung resepsi. Bagaimana pun juga, aku harus menemukan seseorang. Harus!
Mataku berkeliaran sesampai di dalam gedung resepsi. Tidak ada satu pun orang di sana yang aku kenal. Bahkan aku tidak mengenal Anita, sang mempelai yang sedang berbahagia, karena sesungguhnya Anita adalah teman kos Melani, sahabatku.
Sambil melihat sekilas acara sesi foto keluarga yang tampak masih sibuk dan mengantre panjang, aku menajamkan mata, mencari sahabatku, Melani. Tidak lama kemudian, aku menemukan sosok sahabatku yang sedang berdiri di sudut gedung. Bergegas aku menghampiri Melani.
“Kau mau ke mana?” Birawa lagi-lagi menarik pergelangan tanganku. Ah, aku lupa. Ada satpam di belakangku. Tentu saja dengan sepasang mata cokelat muda yang selalu waspada mengawasiku dalam siaga penuh.
Komentar
Posting Komentar