JERAT (2)

JERAT (2)

Penulis : Lidwina Rohani 

Aku tergagap. Ke arah mana pembicaraan Bima ini? Ah, perasaanku, kok, jadi tidak enak? Adrian termasuk pemuda yang lumayan banyak penggemarnya. Tidak saja good looking, Adrian bawaannya cool dan humble, jadi pasti banyak gadis yang auto menempel padanya. Ini bukan topik baru lagi.

“Memang ada apa, Tuan Bima? Come on, please tell us.” Kali ini malah Naning yang sudah tidak sabar. Gadis itu mengguncang pelan lengan Bima, agar segera membuka mulut.

Bima kini menatapku lurus. Seolah sedang menimbang apakah sekarang waktunya untuk berbicara. Bisa jadi Bima sedang menunggu izinku untuk mengatakan  sesuatu yang penting?Melihat Naning sudah tidak sabar lagi, akhirnya aku mengangguk pada Bima.

“Kemarin malam aku melihat Adrian mengajak gadis yang sama seperti Minggu lalu, nonton bioskop. Kamu ke mana saja kemarin, San?”

Dugaanku benar. Adrian terlihat oleh Bima lagi. Ini kali kedua, Bima memergoki Adrian jalan tidak denganku. Bagaimana ini? Duh!

Naning berdehem kecil, melirik sekilas padaku, seolah-olah tidak punya beban sebagai sahabat. Sudut mulutnya bahkan terlihat menahan senyum saat permisi ke toilet. Meninggalkan aku dan Bima berdua. Ah, bunglon benar Naning! Sabahat macam apa Naning itu? Huh!

“San, apa kau ada masalah dengan Adrian?” tanya Bima sambil mengelap sudut mulutnya yang kena saus tomat sedikit. 

Aku menggeleng pelan. Tidak tahu harus menjawab apa lagi. Otakku buntu.

“Berarti ada masalah dengan otakmu, Santa,” senyum Bima sambil menggelengkan kepala dengan gemas.

Aku meringis getir. Ya, memang ada masalah dengan otakku ini. Hanya saja aku masih belum menemukan cara yang tepat untuk menanganinya. 

“Tidak mau urusanmu cepat selesai? Apa aku perlu membantumu menyelesaikan masalahmu?”

Aku terkesiap. Ingat kalau kakak kandungku menitipkanku pada Bima jika ada masalah. Lalu buru-buru aku menggeleng, membuat alis Bima terangkat tanda tidak percaya. Belum sempat aku mencari alasan, tiba-tiba ponsel Bima berdering. 

“Tunggu, ini dari Karina,” ujar Bima dan langsung berdiri menuju luar kedai. Aku hanya mengangguk samar, menatap datar pada senyum Bima saat menerima telepon dari Karina. Menyelinap diam-diam perasaan sepi dan perih yang mengentak hati. Entah sampai kapan aku bisa bertahan.

(Bersambung)

Cikarang, 060822

 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Fenomena Reading Slump

BASWARA (4)

LANGIT BIRU