INGKAR
INGKAR
Penulis : Lidwina Rohani
Bara ingkar janji. Dalam hatiku yang paling dalam rasanya aku tidak ingin memaafkannya. Bagaimana mungkin bisa Bara melupakan janjinya begitu saja padaku? Mengapa hati Bara menjadi berubah?
Apa aku penyebab hati Bara berubah? Aku menarik napas panjang, seolah mencoba mengusir sumpek di dadaku dengan udara laut yang beraroma pasir dan asin. Perlahan aku meraba pipiku. Apa pipiku sudah keriput? Apa aku sudah tidak cantik lagi? Ah, konyol. Bara tidak akan berpikiran seperti itu. Aku yakin.
“Aku tidak akan pernah meninggalkanmu, Ratna.”
Masih segar dalam ingatanku saat Bara berbisik lembut tepat di telinga, di hari pernikahan kami. Waktu itu aku hanya sanggup tersenyum, karena aku sangat percaya pada Bara. Segala yang dikatakannya aku percaya penuh. Tanpa perlu berpikir dua kali. Bara bahkan sudah membuktikan rasa cinta dan sayangnya jauh-jauh sebelum kami menikah. Dia menjaga dan melindungiku dengan segenap jiwa raganya.
Tetapi sebagai wanita kolokan yang sedang di tengah kubangan bahagia, tetap saja aku bertanya manja. “Janji, ya? Awas kalau kamu ingkar.”
Bara waktu itu tertawa geli dan mengetuk dahiku tiga kali dengan lembut. Ah, Bara selalu begitu. Kebiasaannya mengetuk lembut dahiku dengan sayang tidak pernah hilang meskipun kami sudah punya anak. Bara selalu menganggapku layaknya aku masih SMP. Ya, ketika Bara SMA, dia sudah menyukaiku yang masih SMP. Rumah kami memang berdekatan, masih dalam satu blok perumahan.
Aku masih ingat, betapa Bara tak pernah kehilangan asa padaku. Dia bersikeras menaruh harapan padaku, bahkan ketika aku merasa asing dengan kehadirannya pertama kali dia datang ke rumah. Bara tidak pernah menunjukkan emosi yang berarti saat dia tahu ada teman sekelasku yang juga naksir padaku. Dia datang pada malam Minggu seperti biasa, kalem dan tenang. Seperti tidak ada apa-apa. Seperti tidak punya saingan.
Kekerasan hatinyalah yang pada akhirnya membuatku luluh dengan sendirinya. Atas kekukuhannya pada rasa sayang, aku menjadi menaruh perhatian. Yang dulunya aku menganggap sebelah mata, lalu perlahan lahan ada rasa penasaran. Terbuat dari apa hati seorang Bara.
Angin laut sejuk menerpa wajahku dengan pelan. Membangunkan lamunan panjang di masa lalu. Angin mulai terasa menusuk tulang. Merayap diam-diam di balik mantel tipisku, dan kembali mengantarku berpijak pada dunia nyata. Aku kembali menarik napas panjang, seolah mencoba mengumpulkan kekuatan kembali. Kekuatan yang sebenarnya tidak utuh lagi sejak Bara ingkar janji. Kekuatan yang pergi diam-diam dan menjauh dari genggamanku.
“Bu, ayo pulang.”
Cikarang, 020822
Komentar
Posting Komentar