INGKAR (3)
Penulis : Lidwina Ro
Dengan tergesa aku membalikkan badan. Senja yang mulai memayungi pantai tidak akan menipu mataku. Benar sekali. Bara tersenyum, berdiri tegak menggenggam kedua bahuku dengan erat. Senyumnya menenangkan hati. Tidak salahkah mataku ini?
“Aku akan selalu menemanimu, di mana pun kamu berada. Aku juga merindukanmu, Rat. Kau akan baik-baik saja, Sayang,” bisiknya lembut sambil mengetuk dahiku tiga kali. Kebiasaan lama Bara yang tak pernah hilang.
Hati ini terasa menghangat oleh kerinduan yang dalam. Mataku sudah terasa panas, ingin menangis. Tapi Bara menggeleng.
“Kau gadisku yang kuat, jangan menangis.” Bara membawaku dalam pelukannya. Untuk sesaat aku merasa tenang dalam pelukannya. Meskipun aku berusaha menahan tangis, tetapi tetap saja pipiku basah. Bara mengusap-usap halus punggungku sekedar menenangkan.
“Perjalananmu masih panjang. Kau harus kuat, demi anak kita.”
Aku makin membenamkan kepalaku dalam dadanya. Tidak ingin Bara pergi lagi. Aku hanya ingin ditemani Bara. Hanya Bara. Bersama dia, aku baru bisa merasa tenang dan lega. Aku baru bisa merasa ....
“Ibu!”
Teriakan Maharani mengagetkanku. Anakku datang menghampiri sambil mengacungkan kontak mobil, sebagai tanda mobilnya sudah siap. Ah, Maharani mengajak pulang sekarang. Sontak aku menoleh ke arah Bara. Pada belahan jiwa yang terpisah. Tetapi ... tetapi, di mana Bara? Jaketnya? Pelukannya? Aku menarik napas sedih.
“Ibu, ayo pulang, katanya mau cari rawon dulu,” ujar Maharani sambil menuntunku ke arah mobil yang tidak jauh dari bibir pantai.
Sekali lagi aku mencari bayangan Bara. Di mana dia? Apa Bara sudah pergi? Apa Bara meninggalkan aku lagi? Aku menelan ludah dengan susah payah. Ada lara yang merangkul jiwa. Rasa kehilangan yang amat dahsyat itu muncul lagi. Pedih yang harus aku tanggung sendirian.
“Ada apa Bu? Mencari apa?” tanya Maharani dengan alis berkerut dalam.
Aku menggeleng pasrah. Sekilas aku melirik pantai. Tidak ada apa-apa di sana. Hanya debur ombak yang menggulung sepi, dan senja yang semakin redup. Matahari sudah mulai terbenam, menyisakan semburat jingga kecokelatan di ujung laut.
Bara suamiku, aku harus pulang dulu. Harus meninggalkan pantai yang dulu sering kita singgahi. Terima kasih sudah memelukku tadi. Walaupun singkat, tapi sudah cukup sebagai penawar rinduku. Baik-baiklah kau di atas sana, Bara. Seperti janjimu, temani aku selalu walaupun raga kita terpisah oleh ruang dan waktu.
Cikarang, 04 Agustus 2022
Komentar
Posting Komentar