SETELAH SEWINDU (2)


SETELAH SEWINDU (2)

Penulis : Lidwina Rohani.

Namanya Rei. Dokter Rei. Entah skenario apalagi yang dirancang oleh Tuhan, sehingga aku dipertemukan kembali dengan monster ini. Sudah sewindu lewat aku tidak pernah bertemu dengan mukanya lagi. Lebih tepatnya aku menghindar. Buat apa menghadirkan sosok tampan dengan sepasang mata coklat yang teduh itu setelah pengkhianatan yang sudah diperbuatnya dulu? Aku memejamkan mata. Berusaha melenyapkan kilasan-kilasan manis dan nyaris indah itu dari seluruh tengkorak kepalaku. Tetapi tetap saja aku gagal menyingkirkannya, walaupun seratus persen aku tahu Rei sudah ingkar janji untuk menikahiku. Dulu. Ya, Rei lebih memilih menikahi teman kuliahnya di luar negeri.

Rasanya baru kemarin semua itu terjadi. Lumuran manis madu yang dikucurkan di atas kepalaku. Sampai aku tak bisa membedakan mana mimpi dan mana tanah untuk tempat aku berpijak.  Semua seolah terbaca sama oleh retinaku. Atau ada yang salah dengan otakku yang kecil ini, sehingga keluguan ini seperti bumerang yang menyabit kepalaku dengan sempurna. Ah, sesungguhnya aku tidak mau memikirkan lagi kebodohanku di masa silam. Tetapi aku pun tak mungkin dapat lari lagi kali ini. Bagaimana pun juga, sekarang harus aku tuntaskan semua yang perlu dituntaskan. 

  ***

Kantin rumah sakit malam ini tidak terlalu ramai. Hanya beberapa orang yang singgah untuk makan. Seorang pengungung kantin dengan wajah kusut malah hanya memesan secangkir kopi, untuk sekedar melepas lelah setelah seharian menunggu keluarganya yang sedang sakit. Beberapa pengunjung lainnya benar-benar makan, mengisi perut agar tubuh punya daya tahan lebih baik, untuk hari-hari ke depan merawat siapa pun yang sakit. 

Mungkin hanya aku yang konyol di sini, yang bisa-bisanya duduk di bangku kantin rumah sakit seperti sekarang ini. Mengapa aku merasa terlihat bodoh? Ya, karena tidak ada tujuan sama sekali untuk makan atau melepas lelah setelah seharian menjaga Rio. Aku hanya mengikuti naluri saja.

“Kau pulanglah dan tidur di rumah ibumu. Aku bisa menjaga Rio,” ujar Rei memecah keheningan.

Tak percaya aku mengangkat wajah. Menatap monster tampan beberapa detik. Aku bingung, apakah harus tertawa gelak atau harus merasa miris. Apa maksud Rei berbicara seperti itu? 

“Aku masih kuat menjaga anakku sendiri, Rei.”


(Bersambung)

Cikarang, 14 Juli 2022

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Fenomena Reading Slump

BASWARA (4)

LANGIT BIRU