PIPI DONAT
PIPI DONAT
Penulis : Lidwina Ro
Aku benci dengan Riko. Lelaki itu tidak hanya jahil, tetapi juga selalu menggangguku setiap hari. Ada saja cara Riko membuat aku jengkel, tetapi aku selalu pura-pura tidak mendengar ocehannya yang kadang menyakitkan hati itu. Tak jarang Riko mengomeni rasa daganganku dengan suara keras. Tentu saja dia punya tujuan supaya aku dapat mendengar komennya sekaligus menyaksikan tawa teman-temannya yang merasa lucu dengan semua komen Riko tentang donat.
Dilahirkan dari keluarga yang kurang mampu tidak membuatku menyesali diri. Semua yang mampu aku kerjakan untuk keluarga, aku jalani tanpa bersungut-sungut. Salah satunya adalah membantu ibuku berjualan donat. Setiap hari aku menitipkan donat bikinan ibuku di kantin sekolah. Seminggu ini aku bahkan rela bangun pagi-pagi sekali demi membuat risoles mayones untuk meningkatkan pendapatan. Tahun depan adikku akan masuk SMP. Perlu biaya untuk membeli seragam, buku tulis, dan alat sekolah lainnya. Otomatis aku harus membantu ibu mencari tambahan biaya sekolah adikku.
Setelah menerima uang dari hasil penjualan donat dan risoles dari Bu Mimin pengelola kantin, aku menyimpan cermat uang tersebut ke saku rok seragam abu-abu. Hari ini risol mayo buatanku habis tidak bersisa. Kata Bu Mimin risoles buatanku enak, karena itu setiap hari selalu habis. Bahkan selalu ada yang membeli dalam jumlah banyak. Ah, syukurlah kalau masakanku banyak yang suka. Mungkin besok Minggu aku harus praktek membuat sosis solo. Siapa tahu banyak teman sekolah yang cocok lidah. Wah, bakal rezeki nomplok lagi.
“Hei, Pipi Donat, mengapa kamu tersenyum-senyum sendiri?”
Gelagapan aku mencari sumber suara yang tidak asing lagi. Nah, kan. Benar. Lelaki somplak itu lagi! Mau apa dia ke kantin pada jam pulang begini? Duh, pasti mau cari gara-gara Riko ini.
Segera aku menggeser tubuh rapat ke pintu, memberi jalan Riko untuk masuk ke dalam kantin. Tidak aku sangka, lelaki yang termasuk kategori berwajah tampan ini malah cengengesan dan tetap berdiri di depan pintu. Entah mengapa Rico selalu menyebutku seperti itu. Pipi Donat. Ah, sudahlah, biarkan saja. Aku harus pulang. Masih banyak yang akan aku kerjakan sesampai di rumah nanti.
“Eh, apa telingamu tidak apa-apa? Aku tadi tanya, mengapa kamu senyum sendirian? Apa ada yang lucu?”
“Tidak ada.”
Usil juga si Riko
BalasHapus