PIPI DONAT (2)


 PIPI DONAT (2)

Penulis: Lidwina Ro


Rikok tergelak mendengar jawabanku yang agak ketus. Melihat caranya tertawa, sepertinya dia bahagia sekali kalau berhasil membuatku jengkel. Entah apa yang ada di dalam pikirannya. Terkadang aku ingin sekali tahu.

“Aku harus pulang, Rik.”

Bukannya minggir, lelaki itu malah menghadang di tengah jalan. Duh, mau apa dia menghalangi kali ini?

“Lain kali banyaki gula donatmu. Apa gula sekarang mahal?”

Aku menarik napas dalam-dalam. Dulu katanya donat yang aku jual terlalu kecil. Kemarin katanya donat agak gosong. Sekarang kurang gula. Loh, kalau tidak suka, ya tidak usah beli. Begitu saja, kok repot. Ah, tentunya aku hanya menggerutu di dalam hati. Mana berani aku membantah? Apalagi menantang matanya Riko. Aduh!

“Pipi Donat! Aku bicara kamu malah pergi. Besok ulangan Bahasa Inggris, aku  pinjam catatan PR, ya!”

Tanpa menjawab, aku menyingkir. Dulu memaksa menyontek PR Kimia. Kemarin pinjam catatan Fisika, sekarang catatan Bahasa Inggris. Heran aku. Kok ada, ya, manusia seperti Riko?

  ***

Aku gemetar ketika melihat seorang berandal mencegatku di tengah jalan. Rumahku memang masuk ke dalam gang kecil yang ramai dan padat penduduk. Dari dulu sudah terkenal banyak copet. Ketika berandal itu bergerak mendekat, akan merampas dompetku, aku panik sekali. 

Tiba-tiba seseorang menahan langkah berandal itu, dan memuntir lengannya ke belakang. Aku terkejut bukan main melihat sang penolong yang dalam hitungan menit membuat berandal itu berteriak minta ampun dan kabur.

Apakah mataku rabun atau aku sedang bermimpi? Ya, Tuhan, Riko? Mengapa dia ada di sini? Apa aku ....

“Apa kamu mau kita berdiri di sini sampai malam, Pipi Donat?”

Aku gelagapan. Seperti kembali ke alam nyata, aku celingukan memastikan berandal itu sudah pergi. Halo, ke mana saja aku tadi?

“Dari mana kamu semalam ini masih keluyuran?” 

“A-aku fotokopi tugas sekolah.” Karena asyik membuat kulit risoles, aku jadi lupa ada tugas yang harus dikumpulkan besok. 

“Ayo cepat.”

“Ke-ke mana, Rik?”

“Astaga! Ya, ke rumahmu. Bukankah siang tadi di sekolah, aku sudah bilang mau pinjam catatanmu?”

Aku melongo. Demi catatan Bahasa Inggris aku tidak menyangka Riko jauh-jauh datang mencari alamatku. Apakah lelaki ini sedang stres? Tetapi kalau Riko tidak muncul tepat waktu, pasti dompetku sudah raib. Atau bisa saja, berandalan itu melukai aku dan Riko, kan? 

“Terima kasih, Rik. Kamu sudah menyelamatkan aku. Kau ... kau tidak apa-apa? Apa berandal tadi sempat melukaimu?”

Riko menoleh, menatap lurus ke arahku. Sinar matanya berubah melembut. 

“Tumben kamu perhatian padaku, Pipi Donat”

Entah mengapa hatiku tiba-tiba bergetar hebat.

  ***

Bersambung

Cikarang, 25 Juli 2022

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Fenomena Reading Slump

BASWARA (4)

LANGIT BIRU