KEBUN SAWO BUDE TINAH


 KEBUN SAWO BUDE TINAH

Penulis : Lidwina


Aku menghitung uang kembalian dari Bude Tinah dengan cermat. Sebelas ribu lima ratus rupiah. Sudah benar, uang kembalian belanja sudah pas. Aku tersenyum lega, lalu mengangguk pamit pada pemilik warung yang bertubuh subur itu sambil membawa belanjaan dalam kantong keresek putih. Bahan-bahan untuk membuat bakwan jagung dan bakwan sayur untuk di olah besok pagi oleh Ibu, supaya bisa dititipkan di kantin sekolahku. 

“Sudah magrib. Langsung pulang ya, Ti. Bulikmu pasti sudah menunggu di rumah. Tidak usah mampir ke mana-mana,” pesan Bude Tinah sambil matanya sekilas menatap keluar warung, di mana gerimis belum menunjukkan tanda-tanda ingin berhenti.

“Iya, Bude,” sahutku mengangguk sopan sambil mengembangkan payung pelangi kesayanganku.

“Apa bulikmu masih sakit kepala? Tumben menyuruhmu belanja.”

“Sudah agak sembuh, Bude. Tapi belum kuat berjalan jauh.”

Bude Tinah mengantarku sampai pagar depan rumahnya.

“Ingat! Langsung pulang, ya. Jangan mampir main.”

Aku mengulum senyum. Menatap Bude Tinah dengan tatapan sedikit geli. Lagi pula, siapa juga yang mau mengajak main anak yang berkaki cacat seperti aku, to, Bude? Itulah sebabnya aku hanya mau disuruh-suruh Bulik ke warung kalau hari mulai gelap. Lebih leluasa dan nyaman rasanya keluar rumah di malam hari tanpa terganggu oleh tatapan iba dari para tetangga. Kaki kiri yang lebih kecil dari kaki kanan ini, memang selalu mengundang pandangan iba semua orang. Membuat perasaanku getir.

Karena itu aku selalu menyukai malam beserta kesunyiannya. Terasa tenang dan menentramkan hati. Gelapnya langit bagai payung raksasa yang rela melindungi raga. Kelip bintangnya bagai lentera yang tak pernah kehabisan minyak. Meskipun jauh di atas sana, terangnya samar, tapi mampu membuatku nyaman. Seolah mendampingi dengan setia ke mana saja arah langkahku. Jadi apa yang perlu aku takutkan? 

“Sate, Neng Titi?” 

Aku menoleh. Di seberang jalan tampak Pak Jo sedang asyik mengipasi sate ayam. Baunya semerbak sampai ke mana-mana. Perpaduan antara bumbu kecap, daging ayam dan bara arang yang pas sehingga mampu menggoda hidung siapa saja yang kebetulan menghirupnya. Menerbitkan rasa lapar. 

(Bersambung)

Cikarang, 16 Juli 2022


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Fenomena Reading Slump

BASWARA (4)

LANGIT BIRU