IKATAN BATIN (2)
“Tidak, Lis. Pokoknya Mama mau kamu tidak pergi dari rumah ini. Kamu ini anak Mama!”
Sambil mengecup kening Mama, aku merasakan pipiku hangat oleh air mata. Oh, Tuhan ... di mana lagi akan kutemukan ibu seperti dia di dunia ini?
Tapi hatiku sudah mengeras. Bukan karena aku tidak menyayangi mertuaku yang menderita stroke ini. Tetapi karena hati ini terlanjur menjadi kepingan kesedihan yang berserakan, dan tak dapat di satukan lagi. Jadi buat apa serpihan penderitaan ini di pajang di rumah Mama? Atas dasar apa? Ah, sungguh konyol kalau aku bertahan di rumah ini. Padahal seharusnya aku bisa merawat Mama sampai Mama sembuh. Tapi Mas Bayu, ah! Sungguh keterlaluan sekali. Semua juga tahu aku sudah berobat ke mana-mana dan berusaha menghadirkan buah hati. Hanya karena Mas Bayu tidak sabar, akhirnya menjadi berantakan seperti ini. Sebersit dendam seolah juga turut membutakan egoku.
Mbok Darmi yang asyik menyusut air matanya di pojokan dapur sudah aku wanti-wanti semua yang harus dia kerjakan kalau aku tidak ada di rumah. Bagaimana tidak relanya aku meninggalkan mertuaku, aku usahakan agar tak terlihat begitu mencolok mata. Semata-mata agar otak warasku tak berubah pikiran karena melihat air mata Mama.
***
Sebuah sentuhan lembut di bahu, membuatku menoleh. Aku tersenyum menatap lelaki yang menatapku cemas itu.
“Kau baik-baik saja? Aku temani masuk, ya?” tawarnya sambil matanya sesekali menatap mobil di seberang jalan.
Aku menggeleng cepat. “Tidak usah Mas Arda. Tolong jagain anak-anak di mobil saja. Aku hanya sebentar, kok, ingin melihat Mama.”
“Baiklah. Tapi ... Lis? Kau yakin bisa sendirian?” Dengan sekali usapan, jemari Mas Arga menyentuh ujung mataku yang ternyata basah. Ah!
Aku tersenyum, mengangguk yakin sambil menangkap jemarinya, dan meremas sedikit. Seolah sedang mencuri kekuatan batin dari sentuhan singkat itu. Lalu aku berbalik, memaksa langkahku memasuki halaman rumah yang luas itu. Rumah yang sudah kutinggalkan enam tahun yang lalu.
***
Kalau saja aku tidak bertemu Mbok Darmi di Pasar Sentral, pasti aku tidak akan senekat ini datang ke rumah Mama, walaupun ingin.
Mbok Darmi membawa kabar tentang Mama yang akhir-akhir ini sulit dibujuk untuk makan sungguh sangat menggangguku. Apalagi Mbok Darmi juga bercerita, kalau Mama sangat ingin bertemu denganku, dan berkali-kali meminta Mas Bayu untuk mencari keberadaanku.
Komentar
Posting Komentar