FIRASAT (1)
Penulis : Lidwina Ro
Langkah Dinar membeku di depan pintu kaca toko kosmetik di mal. Matanya tidak berkedip melihat lelaki yang sedang bersandar di tembok toko, tak jauh dari etalase. Di sebelah lelaki itu, tegak berdiri seseorang yang sangat dikenalnya, sedang memilih kosmetik. Tiba-tiba seperti ada sesuatu yang melubangi ceruk hati Dinar, sehingga sesaat tubuhnya limbung ke belakang.
Mata Dinar agak berkunang-kunang. Ingin menepis semua bayang nyata yang ada di depan mata. Tetapi yang terjadi justru sebaliknya. Semua kata-kata peringatan dari Eni sahabatnya, satu persatu mendadak antre berbaris, melipir dalam ingatan.
Dinar membuang nafas. Setelah beberapa saat menelan saliva berkali-kali, dan mencoba memulihkan akal sehat, ia lalu memutuskan untuk segera pergi dari situ. Memaksa langkah menuju parkir sepeda motornya, urung berbelanja untuk keperluan persediaan rumah bulanan.
***
Ibu menatap cemas Dinar. Berkali-kali menanyakan hal yang sama tentang keberadaan adiknya, Dita.
“Masa kau tidak tahu ke mana biasanya Dita, Din?” tanya Ayah tak kalah panik.
Dinar hanya menggeleng. Memandang ayah dengan rasa iba. Tentu saja Ibu dan Ayah kelabakan karena Dita menghilang tepat di hari perkenalan Dita dengan putra sahabat Ayah. Hanya saja firasat Dinar mengarah ke satu titik. Tetapi Dinar bungkam dan melangkah ke dapur. Bersama Bi Iyah melanjutkan mempersiapkan sajian untuk acara makan malam nanti.
“Apa Mbak Dita kabur lagi?” bisik Bi Iyah saat Dinar masuk ke dapur.
“Sebentar lagi pasti juga pulang, Bi,” senyum Dinar memangkas keheranan pembantu tua yang sudah puluhan tahun tinggal di sini.
“Sepertinya Mbak Dita sudah punya calon suami pilihan. Karena itu dia selalu menolak pilihan Ndoro Putri, dan memilih kabur. Mbak Dita terlalu dimanja dari kecil oleh Ndoro.”
Dinar tersenyum. Ayah Dinar memang menikah lagi, setelah ibunya Dinar meninggal karena melahirkannya. Tidak masalah jika ada perbedaan perlakuan di antara Dinar dan Dita. Tidak masalah juga jika Dita yang menjadi utama. Bagaimanapun juga, Dinar berhutang budi karena sudah dibesarkan dengan baik oleh ibu tirinya.
“Mengapa Mbak Dita tidak memperkenalkan saja calon pilihannya pada Ndoro, ya Mbak Din?” usik Bi Iyah lagi.
Dinar lagi-lagi hanya bisa tersenyum.
***
Komentar
Posting Komentar